MARHABAN YA RAMADHAN

Ramadan berasal dari akar kata ر - م - ض, yang berarti panas yang menyengat. Bangsa Babilonia yang budayanya pernah sangat dominan di utara Jazirah Arab menggunakan luni-solar calendar (penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus). Bulan kesembilan selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi hingga petang batu-batu gunung dan pasir gurun terpanggang oleh sengatan matahari musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada waktu malamnya. Pada malam hari, panas di bebatuan dan pasir sedikir reda, tapi sebelum dingin betul sudah berjumpa dengan pagi hari. Demikian terjadi berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi akumulasi panas yang menghanguskan. Hari-hari itu disebut bulan Ramadan, bulan dengan panas yang menghanguskan.

Setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis bulan, yang rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender berbasis Matahari, bulan Ramadan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Orang lebih memahami 'panas'nya Ramadan secara metaforik (kiasan). Karena pada hari-hari Ramadan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan, atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah Ramadan maka dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar dan seusai Ramadan orang yang berpuasa tak lagi berdosa.

Dari akar kata tersebut kata Ramadan digunakan untuk mengindikasikan adanya sensasi panas saat seseorang kehausan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata Ramadan digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa dihapuskan oleh perbuatan baik sebagaimana Matahari membakar tanah. Lebih lanjut lagi hal itu dikiaskan dengan dimanfaatkannya momen Ramadan oleh para penganut Islam yang serius untuk mencairkan, menata ulang dan memperbaharui kekuatan fisikspiritual dan tingkah lakunya, sebagaimana panas merepresentasikan sesuatu yang dapat mencairkan materi.

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Ramadan